Pagi ini saya mau cerita tentang foto botol yang ada ditangan saya ini. Beberapa tahun lalu, beberapa bulan sebelum covid, kami sempat diminta membantu kolega kami PT Mitra Ayu Adipratama, untuk traceability dan sustainability produksi tanaman dan minyak nilam di Pegunungan Tokala Sulawesi Tengah.
Lokasinya ini cukup jauh dari jalan poros, kami harus melewati 3-4 Sungai tanpa jembatan, dan untuk sampai ke lokasi akhir kami harus berganti dari mobil 4*4 ke motor modifikasi. Kebetulan saya dapat kebagian motor revo modifikasi yang kalau ngerem harus tambah pakai kaki.
Postingan Revo Modif mau menyebrang ke Sungai: https://m.facebook.com/photo.php?fbid=10221080255822552&id=1428169477&set=a.10200428762028114&mibextid=Nif5oz
Perjalanan ke desa tujuan, jalannya seperti sungai kering, pinggang saya yang baru saja slipdisk seperti terasa mau patah apalagi shock revo nya mati, sudah gitu kehabisan bensin dijalan. Jadi kami berangkat dari bawah itu Siang dan kembali sampai mess lagi sekitar jam 3 Pagi.
Video Jalan ke Lokasi : https://fb.watch/pNn7pmvuNV/?mibextid=Nif5oz
Kolega kami menunjuk Ecocert sebagai pihak ketiga pemberi sertifikat. Tentunya kami memerlukan persiapan yang matang, karena yang akan disertifikasi bukan 1-2 Ha saja, melainkan 100 Ha plus. Pekerjaan yang menantang dimana warga disana banyak yang tidak bisa bahasa Indonesia.
Tim kami berangkat duluan, mempersiapkan kelompok tani kami disana, kurang lebih persiapan sekitar satu setengah bulan dilapangan dan Kami juga koordinasi dengan pihak ecocert di Bogor perkara pengisian borang yang banyak dan njelimet.
Hingga tiba saatnya ada kunjungan ke lapangan oleh pihak ecocert. Seingat saya auditornya namanya Bu Diana. Entah karena belum kenal atau gimana tapi sepertinya bu Diana ini cukup tegas dan on point. Kami masuk ke lokasi hari kedua setelah penjemputan dari Luwuk Banggai, jarak antara persiapan sampai ke kedatangan auditor di info mobil sudah bisa masuk walau susah dan akhirnya tetap ganti pakai motor.
Di titik titik pertama aman aman saja, lancar terkendali, ada beberapa pertanyaan terkait deforestasi karena memang ada yang baru buka lahan, namun bisa dijelaskan karena itu ladang berpindah. Semua bisa dijelaskan mulai dari sumber air hingga masalah penggunaan pestisida dan herbisida.
Foto waktu masih aman : https://www.instagram.com/p/B6RzpHEAhUt/?igsh=MWJmcmkzNWFocDFvMA==
Hingga tiba saatnya mau selesai audit kita berjalan, kok ya tiba tiba Bu Diana ini penasaran sama tanaman Vanila ditengah kebun nilam yang bukan milik anggota. Saya masih ada dibelakang waktu itu, hingga bu Diana memanggil saya.
“pak Ano, ini kenapa ada Herbisida disini?”
“herbisida?”
Kaget saya, perasaan sudah dikondisikan tidak ada herbisida diwilayah ini, saya cuma bisa liat liatan sama oom Calink, Beliau juga kaget .
Setelah itu kami dapat ceramah 3 SKS plus remedi . Akhirnya kami kembali ke Kota. Hasil Audit didapat catatan dan harus diulang kembali persiapannya. Bisa dibayangkan berapa lagi biaya yang harus dikeluarkan, padahal nilai tambah produk organik tidak sefantastis biaya sertifikasinya . Akhirnya sertifikasi ini gagal, karena selang beberapa bulan terjadi covid dan persiapan tidak dapat dilakukan. Jadi karena Herbisida sebotol Rusak Program Organik 100 Ha.
Sekian ceritanya, pesan yang tersirat sertifikasi luasan diatas 10 Ha tidak semudah seperti saat diskusi diatas kertas.
Salam Organik!
good post