Indonesia adalah salah satu pasar yang berkembang paling cepat untuk wewangian dan kecantikan. Dari 2012 hingga 2017, penjualan kecantikan dan perawatan pribadi tumbuh sebesar 80,5%, meningkat dari Rp 37,288 miliar menjadi Rp 67,309 miliar. Menurut sebuah studi oleh Euromonitor, selama periode waktu yang sama, penjualan wewangian hampir dua kali lipat dari Rp 2,769 miliar menjadi Rp 5,301 miliar (meningkat 91,4%).
Selama 10 hingga 15 tahun mendatang, Indonesia diharapkan menjadi salah satu dari lima pasar teratas untuk kosmetik. Penjualan kosmetik dan produk kecantikan diperkirakan akan meningkat setidaknya 10% per tahun. Pada 2022, Euromonitor memprediksi penjualan kecantikan dan perawatan pribadi meningkat sebesar 41,3% (IDR 27,793 miliar) dan 37,6% (Rp1,994 miliar).
Jumlah penduduk Indonesia di proyeksi meningkat sekitar 4,8% pada 2020 dibandingkan dengan total populasi penduduk Indonesia tahun 2016. Dengan angka pertumbuhan yang cukup besar, maka Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi perusahaan kosmetik. Kementerian Perindustrian bahkan menyebutkan nilai industri ini ditaksir bisa mencapai 100 triliun rupiah.
“Industri kosmetik ini pertumbuhannya tinggi karena di zaman now yang pakai kosmetik bukan hanya perempuan. Jadi ngeri-ngeri sedap (pertumbuhan industri kosmetik),” kata Airlangga dalam acara Breakfast Meeting bersama Para Pelaku Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka, di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (19/2/2018). www.liputan6.com
Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, nilai penjualan industri kosmetik sabun dan bahan pembersih pada 2017 mencapai Rp 19 triliun. Angka tersebut naik 11,99 persen jika dibandingkan dengan 2016. Adapun rata-rata pertumbuhan ekspor produk kosmestik dalam kurun waktu lima tahun terakhir mencapai 3,56 persen. Pada tahun ini, target ekspor industri kosmetik seperti sabun dan bahan pembersih mencapai US$ 1,67 miliar. Target tersebut naik pada setahun kemudian atau pada 2019 menjadi US$ 1,81 miliar.
Korea Selatan yang pada 18 September 2017 lalu mengadakan konferensi kosmetik terbesar di Asia dengan nama Korea International Halal Cosmetic Forum di Seoul. Di acara tersebut Korea Halal Institute mengestimasi bahwa pasar kosmetik halal global diperkirakan akan mencapai nilai sebesar US$ 45 miliar atau sekitar Rp 600 triliun berkat terus bertambahnya populasi Muslim dunia.
Beberapa tahun belakangan ada sebuah tren baru yang muncul di antara pengguna kosmetik Muslim, yaitu kosmetik halal. Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa kosmetik halal seperti Wardah dan PuspitaSari. Indonesia sendiri adalah negara eksportir kosmetik halal terbesar ketiga di dunia dengan total ekspor US$ 3,3 miliar atau sekitar Rp 44 triliun.
Unilever, Beiersdorf, dan L’Oreal merupakan beberapa perusahaan multinasional yang menyesuaikan rantai pasok mereka untuk bisa masuk ke pasar mayoritas Muslim. Mereka menyatakan permintaan produk kecantikan halal atau produk halal spesifik seperti sampo untuk wanita berkerudung masih akan tumbuh seiring pertumbuhan kelas menengah Muslim.
President of Unilever’s Personal Care Business, Alan Jope mengatakan bahwa, biaya sertifikasi halal bukan soal materi. Jope memprediksi sekitar sepertiga dari 20 pasar utama perusahaan dengan bisnis 20 miliar euro per tahun ini adalah negara-negara dengan populasi Muslim besar. Memenuhi kebutuhan konsumen adalah strategi prioritas perkembangan bisnis Unilever.
Lantas bagaimana dengan pasar fragrans terkait dengan pertumbuhan permintaan dari kosmetika ini? Tentunya berkaitan sangat erat, dan berbanding lurus. Industri kosmetika tidak dapat berdiri jika tidak didukung oleh industri fragrans.
Jika kita berbicara tentang parfum, yang pertama kali ada dibayangan kita adalah suatu bahan cair yang disemprotkan ke tubuh supaya tubuh kita menjadi wangi. Padahal parfum sebenarnya memiliki wilayah yang lebih luas. Tidak sebatas yang disemprotkan ditubuh saja, parfum juga terdapat pada wangi sabun mandi, shampoo, pembersih muka, kondisioner, pemoles kuku, pemoles pipi dan hampir sebagian besar produk – produk kecantikan menggunakan parfum untuk memberikan aroma pada produknya.
Semua Lembaga Riset Pasar di Dunia seperti memiliki kesepakatan bahwa pertumbuhan industri fragrans kita tumbuh 6-10% per tahunnya. Selain itu, besar nya konsumsi fragrans dan kosmetika di Indonesia membuat pabrikan fragrans berlomba – lomba untuk mendirikan fasilitas di Indonesia untuk menunjang produksinya, minimal di Singapura mereka pasang jangkar. Mengingat potensi pertumbuhan, perusahaan flavor and fragrans terkemuka di Barat dan Jepang semuanya berinvestasi untuk memperluas produksi di wilayah tersebut.
Takasago International, F&F terbesar kelima di dunia, merenovasi pabriknya di Singapura pada tahun 2014 dengan jumlah sekitar 60 juta dolar Singapura ($ 44 juta) untuk melipat gandakan kapasitas produksinya untuk wewangian makanan dan non-makanan menjadi 30.000 ton tahun. Perusahaan juga membeli lahan di dekat Jakarta untuk menjadi pabrik pertama di Indonesia.
Givaudan menganggap Asia Tenggara sebagai pasar pertumbuhan tinggi dan landasan strategi bisnisnya hingga 2020. Ia berencana untuk memanfaatkan basis regional ini, dikelilingi oleh negara-negara seperti Indonesia dan Myanmar dengan pertumbuhan populasi, untuk memperluas penjualannya. (nikkei asian review)
Selera pasar aroma di Indonesia itu lebih banyak note citrus, buah dan bunga. Sayangnya hasil produksi minyak atsiri Indonesia itu lebih banyak minyak atsiri yang memiliki note woody dan spices. Beruntungnya beberapa tahun belakangan ini penanaman sereh wangi dan produk turunannya mulai dikembangkan di Indonesia. Sereh wangi memiliki komponen citral, citronellal, geraniol dan linalool. Komponen – komponen tersebut, cukup dapat mengimbangi note citrus dan bunga – bungaan. Rhodinol, citronellol, geraniol dan linalool mewakili note bunga sedangkan citral mewakili note keluarga rutacea. baru segelintir orang yang benar – benar terjun di hulu komoditi bunga. Harapan ke depan kita dapat memproduksi note Bunga lebih banyak, baik yang natural maupun produk turunannya. Buku minyak atsiri bunga dapat di beli di Pustaka Aroma.
Dengan begitu besarnya potensi Industri ini, seharusnya bangsa kita ini ikut berlomba – lomba ambil bagian didalamnya. Memiliki sumber daya alam yang luar biasa banyak dengan berbagai macam varian didalamnya seharusnya menjadikan Indonesia produsen yang ikut bermain di pasar dalam negeri. Inovasi dalam pengembangan industri turunannya pun harus semakin digali dan dikembangkan lebih advance, jangan berhenti hanya pada penyulingan saja. Dan yang terakhir namun juga bagian yang terpenting adalah Pemerintah dapat membuat regulasi Pasar maupun pajak yang dapat melindungi pemain dalam negeri, agar dapat bersaing di pasar dalam negeri.
Jangan sampai kita menjadi penonton di Negeri sendiri!
Sumber data :
Euromonitor, Republika, Liputan6, Kontan, Halal lifestyle, Nikkei asian review.
good post