Pada bulan April 2019, saya berkesempatan mendampingi Francois Demachy berkunjung ke kebun nilam kami di Kalacciri, Enrekang Sulawesi Selatan. Lokasi kami ini adalah desa terakhir menuju Gunung Latimojong, jadi lokasinya cukup terpencil dan sulit untuk dicapai. untuk kesana kita membutuhkan kendaraan 4 x 4. selain jalan kecil juga lokasi kami ini rawan longsor. Lokasi kami ini juga melewati suatu situs bersejarah orang To Duri.
Suku Duri (sebagian orang di sulawesi selatan menyebut orang Duri/tho duri). Jarang sekali orang mengenal Suku ini, karena biasanya di masukan kedalam sub suku Toraja atau Bugis. Namun dilihat dari keseharian dan adat nya saya rasa Suku Duri bisa dikatakan satu Suku tersendiri.
Melihat peninggalan peninggalannya seperti Kubur Batu Mandu’ di Baraka dan beberapa Kubur Batu lainnya disekitar Malua dan Bontoebatu, Kebudayaan Suku Duri dimungkinkan lebih tua dari suku suku di Sulawesi Selatan.
Dari cerita cerita sepuh juga mengatakan bahwa dahulu Tomanurung pertama kali mendarat didaerah Pasaloran ketika dataran Pinrang masih berada dibawah permukaan laut. Tomanurung mengajarkan keterampilan dan memberikan pengetahuan mengenai pemerintahan di Masyarakat sehingga akhirnya Beliau diangkat menjadi pemimpin komunitas diwilayah tersebut dan nantinya anak keturunanya menyebar ke wilayah Sulawesi Selatan.
Suku Duri memiliki bahasa dan dialek nya sendiri. Alu’ Tojolo menjadi agama kepercayaan tradisional mereka sebelum Islam masuk ke suku Duri. Agama kepercayaan tradisional ini mirip dengan agama kepercayaan tradisional suku Toraja. Meskipun Islam telah mendarah daging bagi orang suku Duri, namun sebagian kecil orang Duri masih ada yang mempertahankan agama kepercayaan tradisional.
Francois Demachy ini adalah head of perfumer nya DIOR dan Grup Luis Viton (LMVH). Walaupun sudah berumur 71 Tahun, namun saya akui kekuatan fisiknya naik turun perbukitan di kaki Gunung Latimojong. Pada kunjungan kali ini selain mengunjungi Kebun, juga untuk melihat proses penyulingan minyak nilam di lokasi.
Ada beberapa tanaman – tanaman khas Sulawesi (tropis) yang coba saya kenalkan pada Beliau, dan Beliau Sumringah dan senang mencium aroma baru dari tumbuhan baru juga. “ini akan bagus jika dikembangkan dan dijadikan parfum” kata Demachy manambahkan.
Saya katakan pada Demachy, tentu saja bagus hanya saja kami belum ada gambaran serapan pasarnya, jika ini dikembangkan sebagai artisan essential oil tentunya bisa dikembangkan lebih cepat, namun jika di produksi secara massal, kami masih kesulitan pasarannya. Dikarenakan mesti ada pengenalan terhadap aroma aroma baru dipasaran.
Demachy mengatakan nilam dari Indonesia merupakan salah satu harta karun perfumery yang tiada duanya. dengan nilam ini dapat menguatkan serta memberikan note yang kalem dan elegan disetiap perfume terbitan dari DIOR maupun LMVH.
Selain ingin melihat kebun langsung, tim LMVH juga membuat video untuk dijadikan campaign terbaru pengembangan produk berbasis sustainability dan rural development. Dua program tadi nampaknya saat ini sangat digalakkan di Eropa. Hampir semua rumah produksi selalu menggalakan sustainability.
Sebenarnya program ini harus dimanfaatkan oleh petani – petani kita untuk mendapatkan input yang lebih baik. Baik itu tambahan pendanaan atau kursus kursus peningkatan kualitas produksi di lapangan. Harapannya dengan adanya program tersebut kesejahteraan petani kita menjadi meningkat, alam juga selamat dan minimal kerusakannya.
Hasil dari kunjungannya akhirnya keluar juga. Luar biasa sekali kalau brand luar ini menerbitkan satu konten. hanya untuk 2 menit konten saja, bisa menghabiskan ratusan juta rupiah. Mulai dari pesawat, agency hingga biaya selama perjalanan yang tidak murah. Dari Operasional yang kami keluarkan saja mencapai 30 juta rupiah, belum yang lainnya.
Semoga saja nilam Indonesia semakin dikenal oleh masyarakat dunia dan juga menjadi salah satu sumber devisa negara.
good post