Sudah sejak lama komoditi ini lalu lalang menjadi salah satu primadona perdagangan dunia. Karena keharumannya banyak digunakan dalam asesoris maupun dalam kegiatan keagamaan serta dianggap sakral.
India, tepatnya didaerah Mysore merupakan salah satu sentra Cendana (Santalum album) berkualitas. Karena kayu cendana sudah lama digunakan didaerah ini bahkan kurun waktu sebelum masehi, maka dianggap bahwa India merupakan asal muasal kayu cendana, sehingga Santalum album selalu dinamai dengan Indian Sandalwood.
Namun penelitian menarik diketengahkan oleh Chris Jones dari The University of Western Australia pada study “Sandalwood genetics and essential oil biochemistry“, bahwa dari penelitian genetik yang ada, cendana yang tumbuh di India adalah keturunan dari Cendana Timor yang dibawa ke India lebih dari 2000 tahun yang lalu.
Dalam bukunya (Kebangkitan dan Kejayaan Sriwijaya Abad ke III – VII), O.W Wolter menyebutkan, bahwa teks – teks India pada masa awal menyebutkan bahwa kayu gaharu dan kayu cendana datang dari negeri – negeri asing, Namun saat itu kayu gaharu Nusantara, tidak lebih terkenal dari Cendana Nusantara.
Kayu Gaharu dikenal dalam kesusasteraan Sansekerta dengan nama Anarjaya atau “hasil negeri orang barbar” (J. Gonda, Sanskrit in Indonesia, buku nya bisa dibeli di Amazon, sekitar $150). Epos Ramayana menyinggung “Kayu cendana kuning” dari Gunung Rsabha, yang menurut anggapan Levi (Pour l’historie du Ramayana, 1918 hlm 104-111 dalam O.W Wolter) merupakan referensi tentang Timor sebagai penghasil Cendana Santalum album. Sedangkan catatan dari Cina, bahwa perdagangan kayu cendana sudah diusahakan antara Timor-Jawa dan Cina pada tahun 1200an.
Pada Tahun 1938, Kayu Cendana Timor diekspor dengan label Macassar Sandalwood, dengan jumlah ekspor 80 – 150 ton per tahun. Saat itu Hindia Belanda (Indonesia pra kemerdekaan) belum menghasilkan minyak cendana, namun masih mengekspor bahan mentah yang nantinya disuling di Belanda, Singapura atau di Amerika atau langsung dijadikan dupa dengan tujuan negara Cina, India, Hongkong dan Jepang.
Penyulingan minyak cendana di Indonesia baru dimulai pada rentang waktu tahun 70an (catatan jumlah produksi minyak belum didapat). Karena bahan baku minyak terbaik ada pada galihnya, maka penebangan menjadi tak terkendali, sehingga ketersediaan bahan baku mulai menipis, untuk itu pemeritah daerah menerbitkan Peraturan tentang perlindungan tanaman cendana ini. Karena tumbuhan yang dilindungi mendekati kepunahan. Data perdagangan minyak terbaru 2017, perdagangan minyak cendana kurang dari 20 Ton, itupun sudah keroyokan bersama Fiji, Kaledonia dan Australia.
Menariknya pada gelaran AAIC- AAC 2018 Kemarin, saya menjumpai satu perusahaan dari Australia (nama perusahaannya www.santanol.com) yang mengusahakan cendana, baik kayu maupun minyaknya. Pada tahun 2005 mereka memulai menanam Cendana Santalum album seluas 370 Ha di Kununnura Australia Barat, dan Pada tahun 2013 sudah mencapai luasan 2000 Ha. 2014 Panen perdana dan 2016 mulai melakukan penyulingan minyak cendana.
Ada hal yang menarik disini, Dibutuhkan 9 tahun untuk memanen cendana oleh Santanol, saya rasa untuk komoditi yang cukup mahal dan bergengsi ini, waktu 9 tahun cukup cepat dibandingkan dengan Jati (Tectona grandis) ataupun jenis kayu lainnya yang memiliki waktu panen lebih lama. Belajar dari Santanol, kemungkinan akan memetik hasil di tahun ke 10. Pastinya dengan banyak catatan.
Kesulitan terbesar kemungkinan karena cendana ini memiliki sifat semi-parasit, sehingga budidaya-nya membutuhkan usaha yang lebih, seperti harus mengganti inang setiap beberapa periode sekali sesuai dengan umur pohon. Seperti terlihat di gambar paling atas, jika diperhatikan dengan seksama pada gambar paling atas, dalam lajur – lajur tanaman cendana terdapat tanaman inang disebelahnya. Selain itu penjagaan yang mungkin lebih ketat daripada budidaya kayu lainnya seperti sengon atau jabon.
Cendana disuling dari bagian kayunya. terdapat 3 kelas dalam perdagangan kayu cendana untuk bahan suling. Galih, Tetelan dan Serpihan luar. Ketiga kelas memiliki kandungan utamanya adalah santalol yang bervariasi antara 45% – 90%, tentunya Galih cendana memiliki presentasi santalol paling tinggi, dan dari sekian banyak bagian galih yang paling diincar adalah bagian pangkal pohon.
Penyulingan menggunakan metode distilasi uap dengan waktu suling 11 hari non stop. Warna minyak kekuningan dan kental. Memiliki aroma yang kuat, dan bertahan lama jika menempel dikulit. Minyak cendana memiliki nilai jual yang cukup tinggi, sehingga berpotensi untuk dikembangkan.
Namun sekali lagi, menyuling terus tanpa menanam sama saja menggali lubang kubur sendiri.
Pasca penyulingan, ampas cendana masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bukhur atau dupa. Aroma nya masih timbul ketika dibakar, sehingga dari cendana ini kita mendapatkan beberapa keuntungan. Selain panen minyak, kita juga akan mendapatkan produk lain seperti dupa, bukhur atau pewangi mobil dengan membuat komposit ampas cendana.
Sekilas gambaran tentang cendana ini, semoga ada yang berminat berusaha di komoditi ini. tapi ingat jangan sampai tertukar dengan cendana palsu.
Foto :
Santanol Plantation
Slide Chris Jones
Dokumentasi Pribadi, Cendana Wanagama
Pingback: Cendana Palsu
good post
Pingback: Sebuah Upaya Melestarikan Tanaman Atsiri yang Langka, Cendana! – Ano