Tanaman jahe emprit emprit (Zingiber officinale) telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe emprit merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biscuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe emprit juga digunakan dalam industri obat, minyak wangi dan jamu tradisional. Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, dikenal paling tidak terdapat 3 varietas jahe emprit, yaitu jahe emprit besar (disebut juga jahe emprit gajah atau jahe emprit badak), jahe emprit kecil (atau jahe emprit emprit), dan jahe emprit merah (atau jahe emprit sunti).
Sifat khas jahe emprit disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin jahe emprit. Aroma harum jahe emprit disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Diantara ketiga varietas jahe emprit tersebut, yang paling banyak dan paling sering digunakan dalam pengolahan minyak atsiri dari rimpang jahe emprit adalah jenis jahe emprit kecil atau yang sering disebut jahe emprit emprit. Kegunaan minyak atsiri jahe emprit antara lain digunakan untuk antiseptik, antispasmodik, aprodisiak, karminatif, diaforetik, ekspektoran dan masih banyak lagi fungsi lainnya.
Umbi jahe emprit memiliki beberapa bagian diantaranya kulit bagian luar, kortex bagian luar, kortex bagian dalam, endodermis, glandula minyak dan bundle vascular. Pada jaringan kortex terdapat glandula minyak sebagai sumber minyak atsiri.
Rimpang jahe emprit sebagian besar tersusun atas pati 40 – 60%, protein 9 – 10%, Lipid (6 – 10%), Oleoresins (4-7,5%), minyak atsiri (1 – 3,3%).
Rimpang jahe emprit mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa seskuiterpen, zingiberene, zingeron, oleoresin, camphena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, Phelandrene. Kandungan utama minyak jahe emprit adalah zingiberene dengan total kandungan 30% – 35% dari total minyak atsiri. Senyawa ini juga mempengaruhi kualitas yang dihasilkan. Perbedaan perlakuan antara bahan baku basah dan kering juga berakibat pada kandungan kimia yang berbeda pula. Pada bahan baku kering ditemukan Zingiberene dan Curcumen sedangkan pada jahe emprit basah/segar tidak didapati Curcumen.
Bahan baku merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi rendemen. Mulai dari pemilihan bibit, kondisi dimana bibit tumbuh, perlakuan bahan sebelum disuling. Sebelum dilakukan penyulingan ukuran umbi jahe emprit diperkecil, agar uap dapat dengan mudah mengangkut minyak pada jahe emprit. Pengecilan bahan ini dalam penyulingan minyak atsiri lazim disebut dengan kominusi. Kominusi dapat dilakukan dengan cara iris, tumbuk dan parut.
Selain itu umur panen jahe emprit harus memenuhi syarat. Umur panen yang memenuhi syarat untuk disuling adalah jahe emprit yang telah berumur tujuh bulan hingga satu tahun. Pada umur satu tahun ini, glandula minyak yang ada pada jahe emprit sudah cukup mengandung minyak yang dibutuhkan. Sedangkan jika jahe emprit dipanen pada masa awal, biasanya dipanen pada umur 3 bulan untuk komoditi bumbu masak, kandungan minyak masih sangat sedikit, dimana pertumbuhan glandula minyak belum tersebar merata.
Pada saat penyulingan, perbedaan metode distilasi juga dapat mempengaruhi banyak sedikitnya rendemen. Perbedaan rendemen yang diperoleh dari masing – masing metode distilasi dipengaruhi oleh persebaran uap dan transportasi uap pada ketel bahan.Dalam proses penyulingan, persebaran uap dan ukuran bahan mempunyai satu korelasi cukup erat. Untuk material dengan ukuran luas permukaan bahan besar tidak optimum disuling dengan metode uap, karena kepadatan material membuat persebaran uap tidak merata di dalam ketel. Material yang terlalu padat menyebabkan jalur uap tidak terdistribusi ke seluruh area permukaan bahan, lazimnya disebut dengan jalur tikus. Jalur tikus pada proses penyulingan sangat tidak diharapkan. Bahan baku dengan luas permukaan yang besar lebih optimum disuling dalam keadaan terendam air. Pergerakan bahan di dalam ketel lebih leluasa sehingga air yang kemudian membentuk uap dapat dengan mudah menuju permukaan ketel untuk menuju kondensor.
Rendemen yang dihasilkan akan berbeda jika jahe emprit dengan keadaan diiris disuling dengan metode distilasi air. Karena glandula tidak sobek secara sempurna, bahkan masih ada yang utuh tidak dapat ditembus oleh uap tanpa tekanan. Namun jika disuling dengan menggunakan uap bertekanan yaitu metode distilasi uap, beberapa bagian minyak terangkut oleh uap. Jahe emprit tersusun sebagian besar oleh pati, tekanan uap panas dapat membuat jahe emprit teraglutinasi sehingga menghalangi uap masuk ke glandula minyak yang ada pada badan jahe emprit yang ada di bagian tengah sehingga transportasi minyak pada uap kurang sempurna.
Seperti yang disajikan pada tabel di bawah ini tentang sifat fisika minyak atsiri jahe emprit dari metode distilasi dan perlakuan bahan yang berbeda, sifat fisika merupakan parameter untuk mengetahui kualitas minyak atsiri jahe emprit.
Menurut SNI 06-1312 -1998 dan Essential Oil Association karakteristik minyak atsiri adalah :
Sedangkan BALITTRO melakukan penyulingan jahe emprit yang berasal dari Jawa Tengah dengan spesifikasi sebagai berikut :
Perbedaan putaran optik ini menjadi salah satu kendala terhadap kualitas minyak atsiri jahe emprit Indonesia khususnya daerah Jawa Tengah. Namun sebenarnya perbedaan putaran optik ini sudah dikemukakan oleh Bacon sejak Tahun 1912. Selain minyak Jawa Tengah, minyak jahe yang memiliki putaran optik positif adalah minyak Filipina +5.9 dan Jepang+9.40. Namun pada penelitian kali ini, penulis mendapatkan putaran optik negatif dengan menggunakan bahan baku dari Jawa Tengah, hal tersebut dimungkinkan karena perbedaan proses penyulingan. Namun saat ini, putaran optik bukan lagi menjadi masalah, saat ini pengepul lokal lebih mementingkan berapa persen kontendari Zingiberene.
Minyak yang dihasilkan dari beberapa metode yang berbeda memiliki variasi warna beragam. Pemakaian tekanan uap yang lebih tinggi dan semakin kecil luas permukaan bahan menyebabkan minyak memiliki warna lebih gelap. Dapat dilihat perbedaan antara metode distilasi air – parut dan distilasi air – tumbuk. Luas permukaan distilasi air tumbuk cendrung lebih kecil dari pada parut. Selain itu juga suhu yang digunakan semakin tinggi juga mempengaruhi warna. Warna minyak yang diperoleh dari metode distilasi air dengan perlakuan parut adalah kuning jernih dengan aroma jahe emprit segar namun lembut tidak menyengat. Dengan metode distilasi air ini minyak tidak berwarna gelap dikarenakan suhu air sebagai media transportasi minyak tidak terlalu panas.
Warna minyak yang diperoleh pada metode distilasi air dengan perlakuan tumbuk adalah kuning kecoklatan memiliki bau jahe emprit yang khas dengan diselingi aroma lemon. Walaupun metode distilasinya menggunakan distilasi air namun minyak yang dihasilkan lebih gelap dibandingkan dengan metode distilasi air dengan perlakuan bahan diparut. Warna minyak yang diperoleh pada metode distilasi uap dengan perlakuan tumbuk kuning kecoklatan, namun lebih coklat dibanding dengan metode distilasi air dengan perlakuan tumbuk. Warna lebih gelap dikarenakan adanya tekanan uap yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode distilasi air.
Warna minyak yang diperoleh dari metode distilasi uap-air dengan perlakuan bahan di tumbuk menampakkan warna kuning kecoklatan. Dari hasil perlakuan bahan ditumbuk memberikan pengaruh pada warna yang diperoleh. Warna minyak yang diperoleh dari metode distilasi uap dengan perlakuan bahan di iris memiliki warna paling gelap diantara metode distilasi dan perlakuan bahan lainnya. Warna minyak yang mendapat perlakuan tekanan yang lebih tinggi memiliki warna yang lebih gelap dikarenakan suhu uap yang lebih panas dari pada titik didih air membuat perubahan warna pada minyak.
Semakin rapat jaringan pati yang terkena suhu tinggi, semakin gelap warna minyak yang dihasilkan. Karena terjadi proses karamelisasi pati. Saat berada dalam ketel terkena suhu tinggi dan mendadak terkondensasi. Karamel memberikan warna coklat kemerahan dan kuning kecoklatan. Minyak jahe emprit yang dihasilkan seluruhnya memiliki bau khas jahe emprit yang dihasilkan oleh α-zingiberen, ar-kurkumen dan β-sesquipellandren, selain itu juga aroma seperti lemon yang cukup kuat tercium dikarenakan aroma sitral yang cukup tinggi.
Berguna banget referensinya… Makasih ya hehehe
Sama-sama
Untuk melakukan penyulingan jahe emprit emprit. Hasil yg didapatkan bisa berapa % ya
rendemen jahe emprit 0.4-0.6% pada terna basah. 1 – 1.2% pada terna kering atau ampas
Sangat berguna mas…. jadi mas ano apakah penyulingan dengan boiler terpisah masih baik jika digunakan untuk jahe yang dikeringkan ?
Pingback: Review : Buku Aroma Karsa
Saya mencari minya jahe merah, apakah bs info dmn yg jual home industri nya? Bukan yg sdh di packaging ber merk.. Terimakasih..
kebutuhan berapa banyak bu?
Mohon info, di mana kita bisa jual minyak jahe emprit klau seandainya sy produksi.
Butuh reguler 200 kg/bulan utk fresh ginger oil dgn kadar zingeberen diatas 25%, tlg info harganya.
Bagaimana Minyak Atsiri Jahe dapat digunakan untuk kesehatan dan kegunaan lainnya?
Semangat
bagus sekali
good post
Good Info
Keren
good
perfect
good
ok
Informatif sekali
artikel yang baik dan bagus