Populasi cengkeh nasional sedang turun, dan penurunannya cukup signifikan. Lampu Kuning untuk Industri Minyak Daun Cengkeh

Dalam lima tahun terakhir, kondisi cengkeh nasional sebenarnya sedang menuju fase yang cukup mengkhawatirkan. Di banyak sentra produksi sperti Aceh, Sumut, Jawa, Sulawesi, Maluku, NTT, hingga Papua, tren kematian pohon terus naik dan terjadi hampir serempak. Penyebabnya bukan lagi faktor tunggal, tapi kombinasi yang saling menguatkan: kebun-kebun tua yang tidak diremajakan, perawatan yang makin jarang, serta musim basah panjang yang mempercepat serangan penggerek batang.

Di lapangan, angkanya sudah jelas terlihat. Aceh dan Sumut stabil kehilangan 10–15% pohon dalam lima tahun. Wilayah seperti Natuna, Karimun, dan sebagian Jawa mencatat angka serangan tahunan 8–15%, bahkan ada titik ekstrem yang mencapai 70% ketika penggerek batang dan penggerek cabang datang bergelombang setiap musim hujan. Sulawesi Utara dan Tengah lebih berat lagi: Minahasa Selatan mencatat serangan 22,5–52,5% dengan kerusakan hampir 19 ribu hektar, sementara Banggai Kepulauan lebih dari 45% pohon hilang di beberapa kecamatan.

Di Sulawesi Selatan, studi terbaru memperlihatkan bahwa produksi turun sekitar 20% akibat tingginya angka kematian pohon di Bone, Wajo, dan Sinjai. Majene di Sulawesi Barat mencatat kematian 8–15% per tahun, dan penurunannya mulai terlihat dari produksi 200,9 ton menjadi 199 ton hanya dalam satu tahun.

NTT pun menunjukkan pola yang sama: Kupang, Sikka, dan Flores Timur kehilangan 9–14% pohon dalam dua tahun terakhir, dengan lonjakan paling besar setelah musim hujan. Sementara itu Maluku, terutama Seram dan Buru, sudah mencapai angka kematian pohon tua hingga 30% dalam tiga tahun terakhir.

Semua data ini sebenarnya membawa kita pada satu kesimpulan besar: populasi cengkeh nasional sedang turun, dan penurunannya cukup signifikan.

Dan ketika populasinya turun, efek paling cepat terasa muncul di bahan baku penyulingan. Itulah sebabnya produksi minyak daun cengkeh nasional lima tahun ini terlihat stagnan di kisaran 2.200–2.500 ton per tahun, bahkan mulai turun ke sekitar 2.100 ton menurut proyeksi terakhir. Padahal kebutuhan global berada di rentang 5.000–6.000 ton. Secara sederhana, suplai kita tidak tumbuh karena pohonnya memang tidak tumbuh, bahkan cenderung berkurang.

Stagnasi ini seolah tenang di permukaan, tetapi sebenarnya menyimpan tekanan besar di bawahnya. Penyuling masih bekerja, daun gugur masih ada, pasar masih jalan. Tapi suplai yang tidak bertambah selama lima tahun adalah sinyal bahwa ekosistemnya sedang kehilangan daya dorong. Jika populasi tidak diperbaiki, suplai daun akan terus menurun pelan-pelan sebelum akhirnya jatuh di titik kritis.

Dengan laju kehilangan pohon 8–15% di sebagian besar wilayah dan 20–50% di titik-titik berat, maka dalam 10 tahun ke depan kita berhadapan dengan tiga skenario besar:

  • Populasi produktif bisa hilang 30–40%.
  • Kebun tua yang tidak diremajakan akan mati lebih cepat, sementara kebun muda yang tumbuh sangat sedikit.
  • Produksi minyak daun berpotensi turun ke 1.600–1.800 ton.
  • Turun 20–30% dari posisi sekarang. Industri eugenol akan semakin bergantung pada kompetisi daun hijau yang makin terbatas.
  • Indonesia bisa kehilangan posisi sebagai pemasok utama dunia.

Negara lain yang mulai memperluas budidaya bisa masuk memanfaatkan kekurangan suplai global. Ketika pasar kehilangan Indonesia sebagai backbone, harga bisa melonjak, tapi petani di dalam negeri tidak otomatis menikmati kenaikan tersebut jika bahan bakunya habis.

Masalah ini tidak akan terasa hari ini atau bulan depan. Tapi dalam horizon 3–10 tahun, akumulasi kehilangan populasi akan menjadi isu nasional. Solusinya bukan hanya memperbaiki penyulingan, bukan hanya meningkatkan ekspor, tetapi kembali ke akar: peremajaan pohon cengkeh, pengendalian penggerek batang yang serius, dan pendampingan kebun rakyat agar pola perawatan kembali hidup.

Jika langkah-langkah itu tidak dimulai sekarang, stagnasi lima tahun ini akan berubah menjadi penurunan permanen dalam satu dekade ke depan.

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *